Search This Blog

Antropologi keyakinan

Kegagalan melambangkan Demokrasi, atau paling tidak orientasi ide untuk menuntun pelembagaan itu, membawa kecemasan politik bagi mereka yang berkehendak mewududkan suatu masyarakat terbuka.

Ruang politik yang membesar justru lebih terasa dihuni pekerja-pekerja "politik Identitas", yaitu untuk mereka yang berjuang untuk tujuan cita-cita politik yang absolud, karena mendasarkan perjuangan politik pada dokterin keagamaan. lebih karena keyakinan final tentang "Moralitas Politik" agama, yang sebagian merupakan lanjutan tentang dasar negara pada awal pendirian RI. politik identitas itu memperoleh reperkusi historisnya dari perkembangan sejenis di dunia internasional.

Globalisasi tidak dipandang oleh politik identitassebagai sarana percaturan ide-ide global, tetapi dimnusuhi sebagai penghalang pelaksanaan keyakinan politikagamais. fundamentalisme nilai, tidak didalam sintetik untuk mencapai stabilitas relatif sistem dunia moderen, tetapi berhadap-hadapan dalam peraturan kategoris kebenaran absolud.Globalisasi secara kategoris dirumuskan sebagai sumber penghancuran peradaban, sementara agama sebagai solusi satu-satunya peradaban baru.

Kendati kontrapolasi itu mengandung banyak kepalsuan, mengingat begitu eringnya kohesifitas keagamaan terbelah karena persainga politik dalam kelompoik itu sendiri, namun nada umum politik global memperdengarkan disharmoni politik antar pendukung etika kosmopolitan dan pembela logika politik akhirat.

Dalam jargon clash of civillization, tersimpan pisikologi absolud dari persaingan politik global. nilai-nilai absolud telah melampaui parameter konvensional politik dunia. gejala ini cukup kasat mata; akumulasi kapital dan teknologi bukan lagi nilai utama yang dikejar, tetapi sekedar alat yang digunakan untuk mewujudkan impian idiologi yang absolud. dalam praktik terorisme muktahir, prinsip ini bekerja amat sempurna.

Konstruksi historis global inilah yang menjadi latar belakang politik identitas di Indonesia sekarang ini. namun, sumber-sumber politik identitas itu juga memiliki akar-akar lokal, memang kondisi otoritarianisme orde baru telah menghambat artikulasi dari politik identitas itu, melalui teknik-teknik politik korpotisme, kooptasi dan represi.

Ekonomi Orde Baru telah berfungsi memoderatkan penyebaran sosial dari politik identitas, melalui menetisasi kehidupan umum, dan berbagai insentif kesejahteraan umat. namun, atropologi bangsa ini memang kuat bertumpu pada antropologi keyakinan, yaitu kecendrungan untuk memandang kehidupann secara ideologis, secara absolud. akibatnya, penampilan ulang politik identitas justru menjadi-jadi ketika politik mengalami keterbukaan maksimal dan ekonomi mengalami penurunan total.

Kontrak Sosial Demokrasi

Kita tentu tak ingin kembali pada suasana otoritarian karena jaminan terhadap demokrasi tidak di dalam rangka tukar tambah politik dengan larangan terhadap politik identitas. yang ingin kita upayakan adalah suatu kerangka kerja demokrasi yang mampu menghargai kondisi antropologi bangsa ini, sekaligus mampu mengembangkan kultur kritisisme individu dalam kebudayaan politik, yaitu kultur yang secara sosial dapat mencegah perrwujudan-perwujudan absolud dari tuntutan politik identitas itu. Kultur semacam itu pertama-tama dimaksudkan untuk mendorong pertukaran kepentingan diantara warga negara, berdasarkan prinsif bahwa politik adalah gejala temporer yang harus lepas dari obsesi-obsesi permanen.

Kita telah memilih Demokrasi. Memilih menjalankan politik majemuk. Memilih melaksanakan Hak asasi manusia. karena itu kita harus menerima konsekuensi tertinggi, yaitu kemajemukan harus menghasilkabn kesementaraan tujuan. tidak ada finalitas dalam kemajemukan. Demokrasi tidak mungkin mensponsori suatu pandangan politik tunggal. demokrasi adalah  jaminan rasional terhadap keragaman tujuan hidup Individual. dengan cara itu hak asasi manusia dapat diselengarakan secara maksimal. Karena itu, hal maksimal yang dapat disediakan demokrasi adalah fasilitas konstitusi untuk konsesus sekuler diantara berbagai kepentingan temporer. inilah kontrak sosial sesungguhnya dalam kehidupan publik, yaitu bahwa jarak politik antar warga negara hanya boleh diukur berdasarkan ayat-ayat konstitusi dan bukan dengan ayat-ayat suci.

Menerima plurarlisme berarti menerima etika politiknya, yaitu bahwa semua obsesi politik yang absolud, yang mengejar finalitas, hanya boleh dipraktikan di wilayah privat. Ini bukan diskriminasi tetapi konsekuensinya.

Artinnya, sejauh "Politik Identita" hanya bermaksud artikulatif, maka sistem demokrasi harus menampung dan memperlakukannya sebagai Politics of diference, yaitu suara marjinal yang harus dilindungi. namun begitu ia mulai bermaksud akumulatif, yaitu berupaya menghemogenkan ruang publik dengan mengintrodusir prinsip-prinsip politik absolud, demokrasi harus segera menolaknya karena ia mengancam prinsip dasar demokrasi itu sendiri; ruang publik tidak boleh dirumuskan secara final. ia harus bebas dari obsesi-obsesi absolud.

Ruang politik adalah ruang relatif, ruang yang falibilis, ruang profan. itulah sebabnya kita mendaur ulang politik setiap lima tahun. Namun kita tidak membuat pilkada untuk TUHAN.

Penulis/disalin dari tulisan: Roky Gerung

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...