Search This Blog

MASYARAKAT SEBAGAI INTERAKSI-SIMBOLIS

Hasil gambar untuk INTERAKSI SIMBOLIK


Masyarakat merupakan hasil interaksi-simbolis dan aspek inilah yang harus merupakan masalah bagi para sosiolog.Bagi Blummer, keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Blummer menyatakan, “dengan demikian interaksi manusia dijembani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dalam kasus prilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran diantara stimulus dan respon”.

Interaksionalisme simbolik menggambarkan masyarakat bukanlah dengan memakai konsep-konsep seperti sistem, struktur sosial, posisi status, peranan sosial, pelapisa sosial, stuktur institusional, pola budaya, norma-norma dan nilai-nilai sosial, melainkan dengan memakai istilah “aksi”. Masyarakat, organisasi atau kelompok terdiri dari orang-orang yang menghadapai keragaman situasi dan masalah yang berbeda-beda. Situasi-situasi minta ditangani! Masalahnya harus dipecahkan! Sesuai firasat bersama harus disusun. Maka muncullah suatu gambaran masyarakat yang dinamis, bercorak serba berubah dan pluralistis. Orang saling berhubungan satu sama lain dan saling menyesuaikan kelakuan mereka secara timbal-balik. Mereka “tidak bertindak dengan berpedoman pada suatu kebudayaan, struktur sosial dan sebagainya, melainkan dengan menghadapi dengan situasi-situasi.

Kita diberi kesan bahwa Blumer dan sosiolog-sosiolog lain dari kalangan interaksionisme simbolik tidak perlu mementingkan struktur-struktur. Antara lain, struktur kekuasaan di dalam masyarakat, yang pada hemat kami amat berpengaruh atas kelakuan anggotanya, hampir tidak disoroti, sehingga gambaran masyarakat menjadi agak voluntaristis dan subyektivitis. Mengingat pengremehan struktur-struktur itu, maka kita boleh bertanya apa yang sebenarnya mempersatukan masyarakat. Kita telah belajar dari fungsionalisme struktural bahwa “konsensus”, yaitu kesesuaian paham tentang nilai-nilai dan bentuk-bentuk tertentu, yang telah dibatinkan dan diungkapkan ke dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan, merupakan semen masyarakat. Bagaimana blumer dan kawan-kawan menjawab atas soal ini? Bertentangan dengan pengandaian Fungsionalisme struktural, sosiologi Interaksionalisme simbolik bertitik tolak dari Selfimage para peserta. Apa yang diinginkan dan diharapkan mereka tidak sama.

Untuk lebih mempermudah pemahaman terhadap teori ini barangkali ada gunanya dikemukakan sejumlah ide dasar yang terkandung didalamnya (Poloma, 1987: 267).

  • Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial.
  • Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi simbolik mencakup penafsiran tindakan.
  • Objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk interaksi simbolik. Objek-objek dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori : objek fisik, objek sosial, objek abstrak.
  • Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek.
  • Tindakan manusia adalah tindakan interprentatif yang dibuat oleh manusia sendiri.
  • Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok. Hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dari prilaku tindakan-tindakan berbagai manusia.


Blumer tidak mendesak prioritas dominasi kelompok atau struktur, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan individu : “Masyarakat harus dilihat sebagai terdiri dari tindakan orang-orang, dan kehidupan masyarakat terdiri dari tindakan orang-orang itu”. Blummer melanjutkan ide ini dengan menunjukkan bahwa kehidupan kelompok yang demikian merupakan respon pada situasi-situasi dimana orang menemukan dirinya. Situasi tersebut dapat terstruktur, tetapi Blumer berhati-hati menentang pengabaian arti penting penafsiran sekalipun dalam lembaga-lembaga yang relatif tetap.

Pada umumnya suatu masyarakat akan banyak ditandai oleh “orde” daripada “konflik” karena orang saling membutuhkan demi pemuasan kebutuhan mereka. Sosiolog-sosiolog interaksionisme simbolik meyambut secara khusus “kebutuhan-kebutuhan sosial” seperti antara lain kebutuhan agar Self image seseorang senantiasa perlu diteguhkan oleh orang lain melalui proses interaksi, supaya bertahan. Orang bergantungan satu kepada yang lain, hal mana menjadi nyata dalam proses-proses interaksi. Jadi kebutuhan dan ketergantungan merupakan semen masyarakat.

Masih timbul soal tentang faktor-faktor manakah diperlukan supaya proses pemersatuan atau kohesi akan dapat berjalan dengan lancar. Dahulu Mead sudah menjawab bahwa prasyarat utama adalah dimilikinya sejumlah simbol-simbol yang dibagi bersama oleh semua peserta dalam interaksi. Orang harus berkomunikasi supaya dapat berinteraksi lebih lanjut. Orang harus berpegang pada suatu minimum definisi-defisini situasi, yang kurang lebih lama. Harus ada suatu perspektif bersama menghasilkan bahwa para peserta memperoleh pandangan kurang lebih sama mengenai situasi dan peranan mereka masing-masing. Jadi harus ada suatu konsensus atau kebersatuan kultural, supaya proses-proses dapat berjalan.

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...