Search This Blog

Manusia Modern Menjadi Musuh Alam

Manusia Modern Menjadi Musuh Alam. Dalam buku Rekonstruksi Ilmu yang disusun tahun 2000, saya menulis bahwa saintis sedang merencanakan membangun hotel dengan belasan kamar di Bulan. Hari ini, ilmuwan asal Rusia, Igor Ashurbeyli, justru telah mengawali peristiwa sains paling pantastik di abad ini. Ia sedang membangun pemerintahan suatu negara yang akan dibentuk itu, dengan melakukan seleksi terhadap calon penduduk.

Sampai pada tulisan ini disusun, menurut berbagai sumber, setidaknya sudah ada 500 ribu penduduk bumi yang mendaftar. Dari calon penduduk Asgardia yang sudah mendaftar itu, 5.978 di antaranya adalah warga negara Indonesia.

Jadi, manusia modern dengan segenap teknologi yang dikuasainya, hari ini bukan saja dapat berelaksasi di Planet lain, seperti di Bulan, dan mungkin sebentar lagi manusia dapat mengunjungi Planet Mars, tetapi, hadir bersamanya sebuah negara berdaulat. Jika hal ini benar-benar terjadi, maka, sangat mungkin Paspor dan Visa yang biasa kita gunakan akan segera usang..

Bumi berubah menjadi suatu negara tua yang mungkin segera ditinggalkan pendudukanya. Manusia modern dapat beranak pinak dalam planet yang berbeda. Pesawat ulang alik luar angkasa tidak  lagi dianggap sebagai sesuatu yang asing, tetapi ia layaknya mobil yang gampang disaksikan umat manusia di bumi hari ini.

Kemajuan yang dihasilkan dwitunggal “ilmu dan teknologi”, seolah telah mengalami puncaknya. Apa yang dianggap mustahil di masa lalu, kini menjadi kenyataan yang menakjubkan. Pesawat supersonic concorde, mampu menyebrangi samudera Atlantik hanya dalam waktu beberapa jam. Pesawat antariksa Rusia telah memapu membawa Anatoly Berezevoy dan Valentine Labedev selama 211 hari di luar angkasa. Itulah, menurut M. Amin Rais [1991] bagian-bagian kecil dari prestasi manusia modern yang sulit ditemukan di jaman sebelumnya.

Dehumanisasi itulah Kenyataan Baru
Namun demikian, perkembangan teknologi sebagai aplikasi sains yang demikian dahsyat, dan memberi manfaat bagi umat manusia, dalam beberapa hal justru telah mengabaikan moralitas kehidupan manusia. Akibatnya, perkembangan sains malah menjadi ambivalen dan telah menurunkan martabat kemanusiaan, kalau bukan menghancurkannya.

Perkembangan sains yang menurunkan nilai-nilai dan martabat kemanusiaan tadi, telah membuat sulitnya manusia modern melakukan hubungan harmonis, baik antar sesama manusia, manusia dengan alam, apalagi manusia dengan Tuhan. Inilah yang menjadi kekhawatiran luar biasa dari tokoh saintis setingkat Rabindranat Tagore, Russel, Iqbal, Alexander Solzhenitsyn dan Soejatmoko.

Mereka secara umum merisaukan potensi dehumanisasi dari modernisasi teknologi tanpa batas. Russel, misalnya sejak tahun 1923, mengingatkan dunia tentang kenyataan terputusnya rantai kemajuan material dan kemajuan moral.  Sejak perang dunia pertama, sampai dengan perang dunia kedua, dan mungkin terjadinya perang dunia ketiga, indikasi atas hancurnya nilai-nilai kemanusiaan menjadi demikian tampak.

Fenomena Tsunami yang terus beruntun, Banjir Bandang, gempa, longsor yang terus terjadi, iklim dan cuaca yang demikian tidak teratur, telah menunjukkan bahwa seolah alam melawan manusia. Alam seperti ingin mempertontonkan kekuasaan dan kekuataannya kepada manusia. Inilah problem serius yang hari ini, mengitari umat manusia modern. Alam seolah menempati posisi sebagai musuh manusia. Padahal seharusnya, alam adalah bagian dari citra kita sebagai makhluk yang paling sempurna.

Penulis: Prof. Cecep Sumarna

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...