Search This Blog

IRISAN DAN POTONGAN “EVERYDAY POLITICS”

Hasil gambar untuk ilmu

‘Everyday Politics’ yang secara sadar atau tidak sadar kita sering menemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Justru karena seringnya ekspresi ini sebagai suatu feneomena umum maka kita nyaris kehilangan perhatian terhadap dinamika ini. Ada sedikit banyak pendapat bahwa genre ini masuk sebagai antropologi, atau socilogy dengan ethnografinya. Tetapi saya lebih asik kalau fenomena ini menjadi kajian multi disiplin dna bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Inilah ilmu yang sangat dinamis, kajian yang sangat menarik untuk memahami diri, kelompok, dan gerakan sosial budaya dan politik yang ada di dekat kita.

Kali ini saya mencoba mengkaji tentang hal-hal apa saja yang bisa menjadi atau yang merupakan irisan, gabungan, atau potongan dari everyday politik dan bagaimana prospeknya ini menjadi suatu gerakan yang mempunyai daya ubah dalam kebijakan dan diskursus meantream politik. Setidaknya ada empat hal yang mempunyai kaitan dan potensi bertemu (irisan) dengan praktik everyday politics yang sedang kita kaji. Pertama, adalah symbolic resistance. Kedua adalah subaltern group atau marginalized people. Ketiga, adalah modal social dan kultural (socio-cultural capital). Dan terakhir adalah konvensional politik (official and advocacy politics).

Hubungan antara everyday politik dan jenis politik lainnya dapat terjadi dalam suatu site yang dapat kita mengerti dan walau sering hubungan ini kadang overlapping yang kadang justru menengelamkan peran[peran everyday politics. Hegemoni konvensional adalah seperti hegemoni jaat besar atas jagat kecil, atau seperti hulu dan hilir, atau dalam bahasa yang lebih keren yang dikenal dengan great tradition small tradition. Namun disisi lain, kajian  atau interpretasi atas everyday politik dapat menjawab beberapa pertanyaan yang dalam kedangkalan politik konvensional (surface politics) tidak kentara dan kajian ini menawarkan kajian mendalam dan detail berdasarkan pengalaman empirik (deep interpretation). Karena itu terlebih dahulu kita uraikan satu persatu faktor yang sering terkait dan dikaitkan dengan everyday politics.

1. Perlawanan Simbolik (Symbolic Resistance)
Dalam hal ini sudah dimaklumi banyak ilmuwan yang mengkaji hal serupa bahwa everyday politik sering bersingungan dengan perlawanan simbolik. Dalam karya-karya James Scott dan Benedic Kekvliet kita menemukan bahwa relasi itu sangat dekat dan rapat. Tingkah laku simbolik yang tidak langsung itu bagian dari sikap dna karakter masyarakat yang mempunyai bahasa-bahasa khusus menghadapi pihak yang secara hukum mempunyai ‘kekuasaan lebih’.

2. Kelompok Marginal (Subaltern Voices)
Kelompok marginal mendapatkan perhatian yang sangat serius dalam era demokrasi liberal dimana hak individu dan hak asasi manusia menempati posisi yang sangat strategis. Seolah stereotip bahwa negara yang tidak demokratis itu kerap dan potensial melakukan pelanggaran terhadap HAM. Label itu terus dikontestasikan sebab demokrasi liberal yang diboncengi oleh kapitalisme itu tidak kalah sadis dan ganas melahap yang namanya kebebasan dan supremasi sipil. Terlepas dari itu, definisi “marginalized” groups pun terus berubah sebagai definisi yang sangat politis. Kelemahan kaum marginal itu lalu memunculkan bentuk perlawanan yang tidak konfrontatif yang mempunyai ciri dan kesamaan (potongan dan irisan) dengan perilaku everyday politik sebagai senjata kelompok mayoritas (individu) dalam menghadapi situasi yang tidak menguntungkan dirinya. Namun demikian, sejatinya everyday politik tidak mempunyai hubungan dengan situasi termarginalkan atau tertindas namun bisa jadi pelaku everyday politik adalah bagian dari kelompok itu. Perilaku gosip dan obrolan ringan tidak membutuhkan wadah atau organisasi. Siapaun bisa melakukannya termasuk pemegang kebijakan yang dia mempunyai atasan atau menghadapi situasi tertentu.

3. Modal Sosial dan Modal Kultural (Social and Cultural Capital)
Adalah Boyte (2005) yang menghubungkan everyday olitik dengan ketersediaan modal sosial dalam masyarakat industri atau pasca industri. Kasus di Amerika digambarkan oleh Boyte sebagai masyarakat berjejaring yang memungkinkan masyarakat (citizen) andil dalam partisipasi pembangunan dan pelaksanaan serta pengawasan kebijakan negara. Dalam banyak hal volutray organization ini mampu menyediakan public goods yan tidak disediakan oleh negara. Kajian terkait peran besar modal sosial dan civic culture tersebut sebenarnya jauh hari sudah dikaji oleh Tacquivile, lalu dilanjutkan oleh Putnam, Fukuyama, dan seterusnya.

Modal sosial dalam masyarakat yang “asli” seperti ethnik Jawa, madura, Sunda, Bugis, dan lainnya mempunyai seperangkat sistem dan cara pandang yang dapat membentuk dan mentransformasikan modal sosial dan budaya dalam praktik interaksi sosial, termasuk ketika menghadapi kebijakan yang kurang berpihak kepda masyarakat. Hal lain yang dilakukan oleh masyarakat adalah menggunakan basis kohesi sosial sebagai alat untuk menyediakan kebutuhan bersama melalui cara gotong royong, sanggahan, dan juga model sumbangan sukarela )volutary charity) dalam berbagai upacara slametan.

4. Politik Konvensional (Conventional Politics)

Eksistensi everyday politik hari ini sering mengalami kontak dengan politik konvensional sebagai konsekuensi integrasinya masyarakat adat kepada negara modern. Kalau masyarakat adat tidak mengenal pemilu seperti demokrasi barat lalu harus memilih pemimpinnya dengan cara dan prosedur yang sudah ditetapkan oleh negara. Pemilu adalah salah satu site penting yang mempertemukan mayoritas masyarakat (pelaku everyday politics) dengan politik kekuasaan dalam konsep Montesqueiu. Selain itu, everday politik juga gampang dimobilisasi jika keadaan sudah memungkinkan untuk bergabung dengan kelompok advokasi atau organisasi gerakan sosial terkait isu tertentu yang nyata eksis dalam amsyarakat. Pertemuan ini terjadi justru pada zaman demokrasi liberal sebab dalam rezim opresif everyday politik seringkali bertahan dalam dunia aslinya: silent, inderect, dan tidak terorganisir. Walau nyata, mereka butuh keluar dari keadaan dan situasi sulit terkait persoalan ekonomi dan masa depannya.

Kesimpulan
EPR sebagai kajian yang relatif baru tentu mencoba mencari bentuk dan posisi yang lebih layak untuk dijadikan tempat kajian. Berbagai artikel disini adalah satu upaya untuk bernegosiasi agar masyarakat memebrikan tempat untuk mengkaji secara mandiri. Tentu saja dispilin kajian ini akan menyerempet kajian politik dan sosilogi lainnya karena mereka mempunyai irisan dan potongan satu sama lain. Jadi, EPR ini seringkali akan berhubungan dengan kebijakan, gerakan sosial, moal sosial dan sebagainya sebagai jalan untuk membangun pemahaman baru melalui rantai disiplin kajian yang sudah lebih dulu mapan. Inilah salah satu strategi untuk memulai kajian baru kita.

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...