Search This Blog

Kaum Intelektual dan Sosialisme (Bagian 6)

Makna dari ketertarikan spesial kepada kaum intelektual yang sosialisme ambil dari karaketer spekulatifnya akan menjadi lebih jelas bila kita kontraskan lebih jauh posisi teoritikus sosialis dengan rekan intelektualnya yang liberal dalam istilah lama. Perbandingan ini akan mengajak kita kepada pelajaran apapun yang bisa kita gambarkan dari apresiasi yang memadai terhadap kekuatan intelektual yang merusak landasan masyarakat yang bebas.

Secara paradoks, salah satu dari kelemahan utama yang menghilangkan pengaruh populer pemikir liberal erat hubungannya dengan fakta bahwa, sampai kemunculan sosialisme, liberalisme mempunyai mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi secara langsung kebijakan saat ini, dan konsekuensinya hanya saja liberalisme tidak hanya tergoda untuk menerapkan spekulasi jangka panjang yang merupakan kekuatan sosialisme, namun nyatanya menjauhkan diri dari cara seperti itu karena usaha apapun dalam hal ini nampaknya akan mengurangi manfaat langsung yang bisa dilakukan. Kekuasaan apapun yang pemikir liberal akan pengaruhi dalam keputusan praktis, dia berhutang posisinya dengan para wakil dari tatanan yang ada. Posisi ini akan membahayakan bila ia mengabdikan dirinya pada spekulasi yang akan menarik kaum intelektual dan melalui mereka akan mempengaruhi pembangunan dalam periode yang lebih lama. Untuk menanggung beban dengan kekuasaan, seorang pemikir liberal harus “praktis,” “peka,”, dan “realistis.” Sepanjang dia memberi perhatian pada isu-isu terkini, dia akan mendapatkan pengaruh, kesuksesan material, dan popularitas dengan siapapun yang setuju dengan pandangannya. Tetapi orang-orang ini mempunyai sedikit penghargaan terhadap spekulasi dalam prinsip-prinsip umum yang membentuk iklim intelektual. Tentu saja, jika dia memuaskan diri pada semacam spekulasi jangka panjang, maka dia cenderung memperoleh reputasi menjadi “kurang waras” atau bahkan setengah sosialis, karena berat hati mengidentifikasi tatanan lama dengan sistem yang bebas, seperti yang dia idamkan.

Meskipun begitu, jika usahanya untuk melanjutkan ke arah spekulasi umum, dia akan segera merasa tidak aman untuk berhubungan terlalu dekat dengan mereka yang tampaknya memiliki kepercayaan intelektual yang sama dengannya, dan kemudian ia secara alamiah akan mengalami isolasi. Tentu saja ada beberapa tugas yang sulit saat daripada hal esensial seperti mengembangkan dasar filosofis untuk masyarakat bebas. Sejak orang yang terlibat dalam hal ini harus menerima cara pandang tatanan lama, maka dia akan muncul di depan para intelektual yang lebih spekulatif sebagai pembela yang malu-malu; di saat yang sama dia akan disingkirkan sebagai teoritikus yang tidak berguna. Dia tidak cukup radikal bagi mereka yang mengetahui dunia dengan semboyan “mudah merenungkan pemikiran bersama-sama” dan juga terlalu radikal bagi mereka yang hanya melihat, betapa “kerasnya benturan yang terjadi dalam kebersamaan.” Jika dia mengambil keuntungan dari dukungan seperti itu seperti yang dia peroleh dari orang-orang terkait, dia pastinya hampir akan tidak mempercayai dirinya sendiri dengan orang-orang yang ia andalkan untuk penyebaran gagasannya. Di saat yang sama, dia akan perlu untuk sangat berhati-hati untuk menghindari apapun yang menyerupai hal yang berlebihan atau pernyataan yang berlebihan. Ketika tidak ada seorang teoritikus sosialis yang diketahui pernah tidak mempercayai dirinya sendiri dengan rekan-rekannya atau bahkan oleh usulan paling bodoh pun, seorang liberal lama (old-fashioned liberal) akan mengutuk dirinya sendiri dengan usulan yang tidak praktis. Tetapi bagi kaum intelektual, dia masih tidak cukup spekulatif atau berani, dan perubahan dan perbaikan dalam struktur sosial yang harus dia tawarkan akan terlihat terbatas dalam perbandingan dengan apa yang dia pahami dari imajinasi yang kurang terkendali.

Paling tidak dalam masyarakat dimana syarat utama dari kebebasan telah ada dan perbaikan lebih jauh perlu mempertimbangkan detail-detail perbandingan, program liberal bisa tidak memiliki pesona penemuan yang baru. Apresiasi perbaikan yang ditawarkan membutuhkan lebih banyak pengetahuan tentang cara kerja masyarakat saat ini dibandingkan apa yang rata-rata dimiliki intelektual. Diskusi perbaikan ini harus lebih banyak dijalankan pada tingkat praktis dibandingkan program-program revolusioner, sehingga memberikan kerumitan yang tidak terlalu menarik untuk kaum intelektual dan cenderung membawa elemen-elemn yang dianggapnya berlawanan secara langsun. Mereka yang sangat tidak asing dengan cara kerja masyarakat masa kini biasanya juga tertarik untuk melestarikan ciri dari masyarakat tersebut, yang mungkin saja tidak bisa bertahan atas prinsip-prinsip umum. Tidak seperti seseorang yang mencari tatanan yang benar-benar baru di masa depan, dan yang secara alamiah mencari panduan ke teoritikus, orang-orang yang percaya pada tatanan yang ada juga biasanya berpikir bahwa mereka memahaminyq jauh lebih baik daripada teoritikus lainnya dan konsekuensinya  mereka cenderung menolak apapun yang dinilai tidak teoritis dan tidak lazim.

Kesulitan menemukan dukungan yang tulus dan tanpa kepentingan untuk membangun kebijakan sistematis untuk kebebasan bukanlah hal yang baru. Ada satu paragraf dalam buku terbaru saya, yang mengingatkan saya pada perkataan Lord Acton di masa lampau bahwa “seringkali teman yang tulus dalam memperjuangkan kebebasan sangatlah jarang, dan kemenangan akan kebebasan karena minoritas, yang telah muncul dengan mengasosiasikan diri dengan bantuan yang objeknya berbeda dari kepentingan mereka sendiri; dan perkumpulan ini, yang selalu berbahaya, terkadang akan menjadi bencana karena memberikan lawan landasan yang adil untuk melawan...” 5 Baru-baru ini salah seorang ekonom terkemuka di Amerika mengeluh dalam poin yang sama, bahwa tugas utama dari mereka yang percaya prinsip-prinsip dasar sistem kapitalisme harusnya seringkali adalah mempertahankan kapitalisme dari para kapitalis itu sendiri – tentu saja ekonom liberal besar dari Adam Smith hingga ekonom lainnya saat ini, sudah menyadari ini.

Rintangan yang paling serius yang memisahkan orang-orang praktis yang mempunyai alasan untuk bebas secara tulus, dari orang-orang yang memaksa gagasan tertentu dan bisa memutuskan perdebatan tentang pembangunan, adalah ketidakpercayaan terdalam mereka atas spekulasi teoritis dan kecenderungan mereka akan kemurnian (ortodoksi). Hal ini, lebih dari hal lainnya,  menciptakan rintangan yang tidak dapat dilalui antara mereka dan para intelektual yang berbakti kepada sebab yang sama dan yang bantuannya diperlukan jika penyebabnya berlaku.

Walaupun tendensi ini mungkin saja alamiah di antara banyak orang yang mempertahankan suatu sistem karena sistem ini telah terbukti pada tataran praktis, dan kepada siapa justifikasi intelektualnya tampak tidak penting, hal ini fatal untuk kebertahanannya karena menghilangkan dukungan yang paling dibutuhkan. Ortodoksi apapun bentuknya, adalah sebuah tipuan bahwa sebuah sistem sudah final dan tidak perlu dipertanyakan serta harus diterima secara utuh, adalah pandangan yang memusuhi semua intelektual, apapun pandangannya dalam berbagai isu. Sistem apapun yang menilai orang dari kepatuhan seseorang atas sekumpulan opini, berdasarkan “kekuatan” opini tersebut atau keterandalan opini dalam memenuhi semua pertimbangan, bisa menghilangkan dukungan atas dirinya karena tidak ada sekumpulan gagasan yang bisa mempertahankan pengaruhnya dalam masyarakat moderen. Kemampuan untuk mengkritik pandangan yang diterima, mengeksplorasi rangkaian peristiwa dan bereksperimen dengan konsepsi baru, menyediakan atmosfir yang tanpanya kaum intelektual tidak bisa hidup. Suatu hal yang tidak menawarkan hal-hal seperti ini tidak akan mendapatkan dukungan dari kaum intelektual dan dengan demikian akan ditakdirkan mati, seperti juga kita.

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...