Search This Blog

Menjelang Pemilu

"Mesin Partai Menjelang Pemilu"

Hasil gambar untuk pemilu
Setiap kali menjelang pemilu partai-partai biasanya mulai menyiapkan mesinnya untuk diperiksa, masih layak atau tidak dan bila ada kerusakan cepat-cepat diper­baiki. Maka dalam pemilu nanti partai yang diibaratkan mobil itu akan dipacu untuk berjalan kencang melalui gerakan mesin. Mobil partai itu harus bersaing dengan mobil-mobil partai lainnya. Bila pacuan mobil yang sesung­guhnya mobil yang paling cepat sampai tujuan atau garis finish, itulah mobil yang menang. Tapi dalam pacuan pemilu partai yang me­nang adalah partai yang paling banyak meraih suara dari rakyat pemilih.

Tentu saja tidak setiap perjalanan mobil partai berjalan lancar. Mobil partai harus melalui jalan-jalan yang tak sela­manya mulus, tapi juga penuh tan­jakan atau kelokan dan berliku-liku. Kalangan pakar politik menyebutkan antara lain bahwa salah satu faktor penghambat atau pengganggu adalah ketidakamanan situasi. Ketidakamanan itu bisa saja karena adanya gangguan dari pihak-pihak dari luar partai. Bisa saja berasal dari da­lam tubuh partai itu sendiri. Seorang pemimpin partai yang mengemudikan kendali atau mesin partai bisa menjadi pengganggu pemilu bila ia mengeluarkan kata-kata kasar dalam pidatonya. Atau kata-kata yang men­jurus pada istilah sekarang yakni berbau atau penyalah­gunaan isu-isu SARA sehingga meng­gang­gu kontestan-kontestan lain­nya. Maka bila situasi demikian yang dihadapi mesin partai akan dikurangi daya pacunya alias melambat, baru dipacu kembali bila situasi sudah tenang kembali.Suatu hal yang perlu disadari oleh partai-partai di Indo­nesia adalah bahwa mereka hidup dalam suatu negara ber­kembang bernama Indonesia. 

Kehidu­pan politik atau kepartaian sudah tentu berbeda dengan negara-negara maju atau lebih matang dan mapan kehidupan de­mokrasinya. Di negara-negara berkem­bang partai politik, sekalipun memiliki banyak kelemahan, masih tetap dianggap sebagai sarana penting dalam kehidupan politiknya. Usaha melibatkan partai po­litik dan golongan-golongan politik lain­nya dalam proses pembangunan dalam segala aspek dan dimensinya, merupakan hal yang amat utama dalam negeri yang ingin mem­bangun suatu masyarakat atas dasar pemerataan dan keadilan sosial. Jika partai dan golongan-golongan politik lainnya diberi kesempatan untuk berkem­bang, mungkin ia dapat mencari bentuk partisipasi yang dapat menunjang usaha untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di negara itu. (Prof. Miriam Budiar­djo, 2007).

Dengan demikian pemimpin-pemim­pin partai hendaknya pandai-pandai memilih mesin partai yang dipakainya agar bisa “pas” dipergunakan dimana perlu dalam melakukan pacuan di jalan-jalan raya politik di negara mana pun.

Demikianlah kita di Indonesia dalam tahun 2018 ini akan mengadakan pilkada serentak untuk 171 daerah, tiga dian­tara­nya akan berlangsung di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk pemi­lilhan gubernur. Yang istimewa adalah rakyat pemilih di ketiga provinsi tersebut mencapai sekitar 50 persen dari seluruh pemilih di Indonesia. Karena itu bisa di­mak­lumi bila sorotan tajam di arahkan ke ketiga provinsi tersebut, dimana seba­giannya juga melakukan pil­kada untuk memilih bupati/wakil bupati dan wali kota/ wakil wali kota. Sehubu­ngan di ta­hun depan yakni 2019 pemilu akan di­lanjutkan dengan pemilu nasional untuk legislatif dan pilpres secara seren­tak, maka sebagian peng­amat menilai bahwa tahun 2018 merupakan pemanasan bagi mesin-mesin partai, sebagai persia­pan untuk meng­hadapi pemilu serentak tahun 2019. Menurut hemat saya, dalam pemilu 2018 mesin-mesin partai bukan lagi sekedar melaku­kan pemanasan, melain­kan telah melaku­kan langkah “take off”, karena dalam pilkada serentak 2018 ba­nyak kursi kepala daerah yang harus direbut oleh partai-partai dan koalisinya. Jadi dalam tahun 2018 ini partai-partai sudah masuk dalam kancah peperangan di banyak lokasi, guna nanti dilanjutkan atau per­siapan menghadapi pepe­rangan dengan skala lebih besar lagi yakni pemilu nasio­nal 2019 itulah. Karena itu amat penting bagi partai-partai untuk menye­suaikan mesin-mesin partainya masing-masing guna disesuaikan dibandingkan dengan pemilu 2018, agar nanti tetap ter­pakai sebagai mesin-mesin partai yang tetap diandalkan dalam pemilu nasional 2019.

Bagaimana prospek pelaksanaan tahun politik 2018? Berbagai jajak pendapat tingkat nasional yang dilakukan mengum­pulkan pendapat bahwa masih dikhawa­tirkan terganggunya politik dan keama­nan, khususnya di beberapa daerah yang sejak awal sudah menunjukkan kerawa­nan. Bawaslu misalnya mencatat, bahwa dari 171 daerah yang akan menggelar pilkada tahun depan, sebagian besar me­mang masuk katagori kerawanan rendah. Namun jika dilihat titik-titik wilayah, terlihat potensi kerawanan yang tinggi terekam di sejumlah daerah, seperti Provinsi Papua, Maluku dan Kalimantan Barat. (Kompas, 18/12/17). Sedangkan pemilu 2019 dinilai lebih aman diban­ding­kan tahun 2018. Ini memberikan petunjuk bahwa pemilu legislatif dinilai akan berlangsung lebih kondusif diban­dingkan pilkada serentak. Jadi, pilkada secara umum lebih seru daripada pemilu legislatif, dimana calon kepala daerah yang memang lebih dekat dan dikenal rakyat dibandingkan calon-calon anggota legislatif.

Pemilu 2018 dan pemilu 2019 dari prospek kebangsaan menjadi dua event politik nasional yang harus menjadi ke­banggaan bagi rakyat dan bangsa Indo­nesia. Itulah pemilu-pemilu terbesar se­pan­jang sejarah republik ini, bukan tak mungkin terbesar di Asia Tenggara. Di­harapkan dengan pemilu-pemilu tersebut menjadikan rakyat Indonesia semakin dewasa dan matang dalam menggunakan hak-hak politiknya. Dari sudut biaya tidak berlebihan bila sebagian kalangan penga­mat beranggapan bahwa demokrasi atau pembangunan politik di Indonesia itu super mahal. Ber­triliun-triliun rupiah yang harus digelontorkan untuk hajatan politik bernama pemilu dalam berbagai bentuk dan ting­katannya. Itu antara lain karena undang-undang tetap mengama­nahkan agar pilkada dan pilpres dilakukan secara langsung, tidak lagi melalui dewan perwakilan (MPR, DPR,DPRD) seperti masa lalu. Meskipun tidak lepas dari skep­tipisme, rakyat masih banyak meng­harapkan agar dari pemilu-pemilu ter­sebut terpilih pemimpin-pemimpin bang­sa baru, termasuk dari kalangan gene­rasi muda, sebagai nega­rawan-nega­rawan yang akan memimpin Indone­sia pada masa yang akan datang.

Dalam hubungan ini partai-partai harus selalu mem­perbaiki dan memperbaharui mesin-mesinnya agar selalu up to date untuk menyesuaikan diri dengan perkem­bangan situasi, dimana rakyat semakin tinggi tuntutannya untuk mekanisme poli­tik yang kian demokratis dalam me­milih wakil-wakilnya di berbagai lem­baga le­gis­latif dan juga eksekutif.

Memang, melakukan pembangunan politik di negara berkembang lebih lam­ban dari pada di negara maju. Tapi itu masih lebih baik daripada tidak memba­ngun politik sama sekali.

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...