Search This Blog

ANTROPOLOGI SENI & MASALAHNYA

ANTROPOLOGI SENI

Antropologi Seni merupakan bagian dari disiplin ilmu Antropologi pada umumnya. Sebagai “anak”, Antropologi Seni juga menggunakan informasi dari bidanglain: mitologi, bahasa, agama, kekerabatan, dsb. Meski sejarahnya tidak lepas dari sej
arah “induknya”, ia tetap menjadi bagian yang marjinal di dalam Antropologi sebab hanya dijadikan sebagai pendekatan-pelengkap bagi para Antropolog dalam suatu kegiatan penelitian. Hal ini terjadi di ‘Barat’ umumnya, apalagi di Indonesia.

Antropologi Seni berkembang di dalam disiplin (ilmu) antropologi sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk mengkaji secara khusus fenomena seni suatu masyarakat. Maksudnya adalah mengkaji seni pada masyarakat liyan; masyarakat yang tentu saja berbeda dengan, dan berada di ‘luar’ sipeneliti. Tak dapat dipungkiribahwa pada awalnya para peneliti adalah orang-orang yang berasal dari negara-negara yang telah maju ilmu pengetahuan dan teknologinya; sebut saja negara eropa-amerika (negara ‘Barat’). Demikianlah diketahui kemudian bahwa yang liyan (the others) bagi mereka adalah masyarakat yang berada di negara yang rendah ilmu pengetahuan dan teknologinya, sebut saja Afrika, Oceania, Pasifik dan termasuk juga Asia tenggara (luar ‘Barat’) misalnya.

MASALAH ANTROPOLOGI SENI

Pada mulanya perhatian dunia Barat terhadap produk seni masyarakat liyan (seni pra-moderen) pun bukan hasil dari pemahaman antropologi, melainkan lebih berkat perhatian para senimannya yang membukakan ‘mata’ terhadap estetika seni pra-moderen sebagai produk seni yang memiliki standar estetika sendiri. Ada anggapan di ‘Barat’ yang menyatakan bahwa penafsiran seniman lebih baik daripada para antropolog sendiri dalam melihat karya-karya seni pra-moderen tersebut. Hal tersebut diatas mungkin saja menjadi salah-satu persoalan  dalam penelitian antropologi terhadap seni.

Persoalan interpretasi merupakan masalah serius dalam penelitian antropologi  seni. Standar yang digunakan oleh para ahli antropologi dalam melakukan penilaian terhadap karya-karya seni pra- moderen (di luar ‘barat’ umumnya) adalah standar yang dianggap universal: estetika ‘barat’. Sehingga tentu saja terjadi kesimpangsiuran dalam hasil yang diperoleh, padahal setiap karya seni lahir dari suatu masyarakat yang terdapat di dalam konteks ruang dan waktunya sendiri, yang karena itu memiliki konsep estetikanya sendiri.

Perkembangan mainstreamkerap menjadi titik tolak antropologi, sehinggga kajian tentang seni dan keragaman pendekatannya sampai kini tak banyak menghasilkan pendekatan teoritik yang padu. Contoh hal yang menjadikan antropologi sebagai pendekatan yang tetap marjinal adalah karena lebih mementingkannya peran simbolik dan politik dari suatu seni kemudian mengabaikan aspek kebendaannya itu sendiri. Jikalaupun membahas penjelasan tentang benda seni namun mereduksi pertanyaan mengapa dan bagaimana benda seni tersebut menjalankan perannya.

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...