Search This Blog

Kebenaran Ilmiah

Pada dasarnya ilmu pengetahuan menjelaskan segala sesuatu dengan maksud untuk mencari kebenaran. Kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan ini memiliki berbagai pandangan yang akhirnya menghasilkan berbagai aliran pemikiran. Aliran-aliran tersebut berasal dari hasil pemikiran para ahli yang berupaya mencari tahu kebenaran yang dimaksud oleh ilmu pengetahuan.

Pada dasarnya kebenaran telah menjadi kajian berpikir sejak lama. Plato (427-347) dan Aristoteles (384-322) telah mencoba merumuskan kebenaran ini. Teori kebenaran yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah teori koherensi. Teori koherensi beranggapan bahwa suatu hal dikatakan benar berdasarkan pernyataan-pernyataan yang sebelumnya. Sehingga, apabila ada pernyataan “semua hewan menyusui masuk ke dalam kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar. Maka, pernyataan bahwa paus menyusui dan ia termasuk ke dalam kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar karena pernyataan-pernyataan yang ada saling berkaitan dan menunjukan kebenaran. Walaupun yang kita tahu paus adalah ikan, namun karena ia menyusui ia tidak masuk ke dalam kelas Pisces melainkan Mamalia. Selanjutnya teori kebenaran dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970) dengan teori koherensi. Berdasarkan teori koherensi, suatu hal dianggap benar apabila dapat diuji dengan kesesuaian obyek yang ada. Sebagai contoh, apabila terdapat pernyataan “ayam berkembang biak dengan bertelur”. Maka pernyataan dikatakan benar karena secara faktual, ayam memang berkembang biak dengan bertelur dan ditemukan pula telur ayam itu. Demikian teori kebenaran yang umumnya digunakan.

Teori koherensi dan korespondensi bermanfaat dalam memahami suatu hal karena dilatar belakangi oleh metode ilmiah. Sehingga kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan merupakan kebenaran ilmiah yang berangkat melalui metode ilmiah. Metode ilmiah ini diidentikan sebagai cara yang tepat untuk memahami sesuatu, karena didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris dan sistematis.
Pada perkembangannya banyak ahli-ahli yang masih mencoba merumuskan kebenaran itu, yang kemudian melahirkan berbagai aliran seperti empirisme, idealisme, eksistensialisme dan pragmatisme. Teori-teori tersebut akan coba untuk dibahas berikut ini:

1. Aliran Empirisme

Suatu hal dianggap benar menurut teori ini, jika suatu hal tersebut dapat dialami oleh semua orang. Sehingga pengetahuan itu hanya didapatkan melalui pengalaman. Pengalaman ini dibantu oleh alat-alat indera. Sehingga pengetahuan hanya didapatkan jika alat-alat indera menerima suatu hal sebagai pengalamannya. Sebagai contoh: Api itu panas. Hal ini dapat diketahui oleh semua orang karena ketika tangannya terbakar, ia akan merasakan panas. Maka api itu panas adalah benar, karena semua orang dapat mengalami rasa panas ketika kulit sebagai indera peraba terkena api. Tokoh dari aliran empirisme ini adalah John Locke.

2. Idealisme

Immanuel Kant merupakan tokoh dalam teori ini. Idealisme sering disebut sebagai aliran romantik. Kant dalam sistemnya memberi keterangan tentang kemampuan budi mencapai pengetahuan: ia mengatakan sampai dimana kemampuan budi itu. Dengan terang dikatakannya, bahwa dengan budi murni orang tak mungkin mengenal yang diluar pengalaman, karena pengetahuan budi itu selalu mulai dengan pengalaman: metafisika murni tak mungkin![19]. Secara sederhana dipahami bahwa idealisme berkaitan dengan pikiran manusia sehingga sesuatu dinyatakan benar jika dapat terpikirkan oleh manusia. Aliran ini dianggap terlalu subyektif dan romantik karena budi setiap orang itu berbeda-beda.

3. Eksistensialisme

Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertatanam, tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah peranan eksistensia. Olehnya segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, berperan. Tanpanya, segala sesuatu tidak nyata ada, apalagi hidup dan berperan[20] Sehingga dapat dipahami kebenaran menurut eksistensi adalah apabila sesuatu itu ada, eksis meskipun saat itu ia tidak benar-benar ada di tempat kita memikirkannya.

4. Pragmatisme

John Dewey merupakan tokoh yang ada pada teori ini. Pragmatisme beranggapan bahwa sesuatu adalah benar jika memiliki fungsi secara praktis. Sebagai contoh: metode pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah metode yang tepat untuk belajar Biologi. Karena melalui metode ini, siswa akan lebih mampu memahami materi ajar biologi dan memperoleh hasil belajar yang bagus karena didasarkan pada kearifan lokal yang ada di sekitarnya. Maka dalam pragmatisme, metode tersebut dianggap benar karena memiliki fungsi untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa.

Sumber : Puspitarahayu

No comments:

Post a Comment

komentar

Ke Mana Semua Kekuasaan Menghilang ?

Bidang politik pun semakin banya ilmuan yang meng-interprestasikan struktur politik manusia sebagai sistem pemprosesan data. Sebagai mana ...